Kamis, 04 November 2010

Bidadari Terindah


Akulah suami paling bodoh dan tidak berperasaan dalam hidup ini. Kucampakkan bidadari dunia yang begitu sabar melayani, mendoakan, menyokong, hingga melahirkan anak yang awalnya tidak kuharapkan hadir di dunia ini. Tidaaakk....

Ya, semuanya bermula saat ku masih single. Aku adalah orang yang senang berfoya-foya, nongkrong bareng tanpa tujuan dengan para pemuda yang lebih memilih nganggur ketimbang sibuk-sibukan cari kerja. Ya, itulah aku masa lalu, hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang bapak yang banyak membantuku, ia berikan banyak kemudahan, dari mulai kesempatan bekerja hingga kebutuhan hidupku. 

Hingga suatu ketika, bapak itu berkata, "Sudah siap nikah belum nak? Bapak punya calon istri yang solehah, cocok untukmu!". Aku hanya terdiam, hanya ekspresi dingin dan tak peduli. Namun saat sang bapak menanyakan lagi di kesempatan kedua, aku malu untuk menolaknya akhirnya kuterima saja tawaran sang bapak tanpa memperdulikan apa resikonya dan siapa sebenarnya calon yang direkomendasikan sang bapak. Pikir simpleku, yang penting bisa membuat sang bapak bahagia, sehingga masih bisa membantuku. Yah, kepada siapa lagi aku meminta bantuan? Ayahku dari sejak SMP sudah wafat, yang menjadi salah satu alasanku memilih menjadi pemuda luntang lantung tak punya pekerjaan ini.

Tak menunggu lama, hari itu juga aku langsung dibawa ke rumah orang tua wanita tersebut. Namun aku sedikit berdalih dengan kesibukanku, akhirnya kami hanya bertukar poto. Ternyata, diputuskan dalam khitbah yang tidak aku hadiri itu bahwa akad nikah dan walimah akan dilaksanakan seminggu lagi. Aku hanya mengiyakan tanpa ada sedikitpun mempertanyakan bagaimana karakter, cantik atau tidak, dan beberapa pertanyaan lain yang biasa ditanyakan lelaki normal yang akan melangsungkan akad nikah. Kalian tahu sendiri kan, aku nikah hanya untuk membahagiakan sang bapak yang sudah banyak berjasa kepadaku. itu saja, tidak lebih!  Masalah calon tak penting bagiku. Kalau Nggak cocok ya tinggal ceraikan saja, seperti acara sinetron di TV.

Singkat cerita, akad nikah dan syukuran kecil-kecilan pun diadakan. Aku baru tahu wajah istriku pada hari akad tersebut, maklum aku sedikitpun malas melihat poto yang disodokan padaku. Maaf, aku sampaikan.. malam pertamapun ku tak berkata apapun kepada istriku. lebih dari seminggu kudiamkan saja istriku, tak sedikitpun aku menyentuhnya. Ku tak mau tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Setiap pagi aku bekerja di sebuah lembaga pendidikan tempat bapak baik itu bekerja, ya, sekedar bantu-bantu. Sedangkan isriku, ia lulusan Akademi Keperawatan dan sudah 2 tahun lamanya bekerja menjadi seorang perawat di sebuah rumah sakit.

Hari ke-8, barulah aku memaksakan diri menggaulinya, seperti kewajiban seorang suami lainnya. Namun, niatku sih hanya iseng aja, entah kenapa ku tak dapat menumbuhkan rasa cintaku padanya, walau ia telah halal 100% untukku. Ia cukup cantik, senyumnya yang indah, dan yang mungkin lebih tampak dari sosoknya adalah ia memakai jilbab yang lebar menutupi lekukan tubuhnya. Malam itu, sebelum kutunaikan tugasku sebagai seorang suami, kuancam dirinya untuk tidak dulu hamil, karena aku tidak mau direpotkan dengan mengurus anak. Kulihat dirinya hanya tertunduk, dan begitu sabar menerimaku apa adanya. 

Beberapa bulan setelah hari itu ternyata ia hamil. Akupun marah, akhirnya aku mulai menjauhinya, kubiarkan ia untuk berjuang sendiri mengandung anak, buah pernikahan kami. Aku, malahan masih senang nongkrong dengan teman-teman yang dari dulu sering bersama. Hingga saat istriku melahirkan, aku tak terlalu memperdulikannya. 

Hingga saat perubahan itu terjadi. Beberapa hari setelah anakku terlahir ke dunia, aku sering mendengar anakku menangis di malam hari. Aku pura-pura tertidur, namun ternyata istriku dengan sabar bangun dan mengganti popoknya yang basah karena pipis. Aku tahu pasti istriku pasti sangat lelah, setiap malam dan siang harus mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada bayi kecil yang lucu itu. Akhirnya di suatu malam, saat istri dan anakku tertidur, malu-malu kutatap wajah mereka berdua. Entah mengapa ada sebuah rasa yang berdesir dalam hatiku, apalah namanya yang membuatku meneteskan air mata malam itu. Dari sana, aku tak bisa tidur lagi. Kurebahkan badanku di sofa depan,dan kumulai menyesali semua perlakuan zalimku kepada istri dan buah hatiku. 

Satu persatu kejadian seakan ditampakkan kembali, bagaimana kejamnya diriku yang membiarkan istriku berjuang mengandung hingga melahirkan buah hatiku tanpa bantuan dari suaminya. Namun ia tetap saja sabar, dan melayaniku dengan baik. Ku tahu juga kebiasaan istriku, jika ia marah atau kesal, ia hanya mengambil air wudhu dan sholat tahajjud sambil berdoa yang diiringi derai air mata. Dan kini, saat anak itu telah terlahir ke dunia. Haruskah aku menambah penderitaanya? Tidaakkk... Aku harus berubah.

Sebelum semuanya terlambat.. Aku harus mulai mengubah perilaku burukku. Aku harus bertanggung jawab. Akan kucoba untuk mulai mencintai dan menyayangi istri dan anakku.

Pagi itu, kucuci bersih pakaian kotor istri dan anakku, kubuatkan sarapan alakadarnya buat istriku. Dan setelah semua pekerjaan rumah selesai. Kucium kening anakku yang lucu itu. Kuarahkan tangan kananku pada istriku, lalu dengan lembutnya ia raih tanganku dan ia cium tanganku dengan begitu hormat. Entah mengapa ku tak kuasa menahan tetesan air mataku. Kuseka air mataku segera dan kuucap salam terindah bagi mereka berdua, bidadari terindah dalam hidupku.  

Adakah Aisyiah abad ini? yang tetap bersabar walalu suami sejahat Fir'aun ?

Untuk semua calon istri dan suami,
Semoga bisa menjadi ibroh berharga bagi kita semua
mari membangun cinta hingga kekal sampai syurga

Inspirasi perjalanan dari Makassar,
Diangkat dari penuturan seorang sahabat

5 komentar:

  1. mantap.........
    banyakin kisah nyata seperti ini biar tak ada perceraian dimuka bumi ini

    BalasHapus
  2. Subhanallah..
    nangislah saya di akhir cerita ini..

    BalasHapus
  3. aq bangga pada abg yang sangat bisa menalarkan apa yang sesungguh nya terjadi

    BalasHapus