Kamis, 15 Desember 2011

Mengikat Makna dari Seorang Developer Properti

Suatu hari, saya bersama istri menyengajakan diri bersilaturrahim dengan seorang pengusaha properti yang dulunya begitu sukses.
Rumahnya yang cukup mentereng di sebuah komplek perumahan elit di Bandung menandakan bahwa ia bukanlah orang sembarangan. Saat kami berkunjung ke rumahnya, ia sedang mengenakan mukena berwarna putih, sepertinya ia baru selesai shlolat dhuha. Setelah diijinkan masuk dan saling menanyakan kabar, kamipun larut dengan diskusi unik seputar bisnis yang ia dan suaminya jalani selama kurang lebih 3 tahun terakhir.

Dari percakapan dapat diketahui bahwa beliau memulai bisnis properti sebagai developer sejak 3 tahun silam, itupun tidak sengaja. Dulu, ada seorang tetangganya yang butuh tanah di sekitar Buah Batu, kebetulan ada juga salah seorang sahabatnya yang ingin menjual tananhnya di Buah Batu itu. Alhamdulillah, akhirnya terjadilah deal penjualan dan iapun mendapatkan komisi penjualan. Komisi itu ia jadikan modal untuk memulai usaha  menjadi seorang developer properti kecil-kecilan.


Sekali lagi, karena kepercayaan orang pada dirinya, akhirnya ia diminta membuatkan sebuah rumah cukup mewah dari mulai awal. Dengan kesuksesan pembuatan rumah itu, entah mengapa banyak orang yang meminta dirinya untuk membuatkan rumah juga. Akhirnya ia mulai membuka lahan baru untuk dijadikan sebuah komplek perumahan sederhana. Hanya dengan promosi sederhana bahkan nyaris nol, lebih dari 60 rumah pun habis terjual dalam hitungan bulan saja, ya seperti kacang goreng. Laris manis. Setelah ia renungkan saat ini mengapa proyeknya begitu sukses, ternyata ia menerapkan prinsip perdagangan islami. Saat pembangunan unit rumah, ia menjelaskan dengan penuh rinci berapa biaya pembuatan, dan berapa yang mau konsumen berikan untuk developer. Semua sesuai kesepakatan dan keikhlasan kedua belah pihak. Akhirnya banyak konsumen yang puas dan secara tidak langsung menjadi marketing gratis usahanya.

Kesuksesan proyek pertama, membuat ia dan suami mencoba untuk membuka lahan baru dengan cara yang sama, namun dengan prinsip yang menurut beberapa sahabatnya lebih profesional. Salah satu yang diterapkan yaitu adanya ketetapan uang pengikat yang hangus jika orang tidak jadi beli unit. Akhirnya, dengan manajemen yang seadanya dan tidak terus diperbaiki juga keberkahan yang semakin berkurang karena banyak konsumen yang mungkin kecewa dengan hangusnya uang pengikat, akhirnya proyek kedua dan ketiga perumahan yang ia kembangkan mengalami ujian yang bertubi-tubi. Dari mulai komplain dari konsumen karena rumahnya belum juga selesai sedangkan uang sudah dilunasi, ditambah lagi orang kepercayaan yang ternyata menyelewengkan dana. Akhirnya sedikit demi sedikit masalah itu kian membesar. Harta yang ia kumpulkan dengan begitu cepat, mobil,rumah dan bahkan banyak perabot rumah tangga satu persatu dijual untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Puncaknya, iapun dilaporkan ke kepolisian atas tindakan penipuan yang dihadapkan padanya. Puluhan karyawan dan konsumen berdemo di depan rumahnya.

"Subhanallah, semua begitu datang bertubi-tubi, justu saat saya ingin mengubah diri dan perusahan dengan lebih baik. Namun saya ikhlas untuk menghadapinya. Bahkan, walau dengan status saya sebagai terdakwa, saya semakin tenang dan dekat dengan Allah. Harta hilang tidak mengapa, namun keoptimisan harus tetap ada"  Imbuhnya.

Di akhir perbincangan, sang ibu menegaskan kembali bahwa dalam berbisnis mesti berhati-hati dalam memilih orang kepercayaan,  terus belajar memperbaiki sistem manajemen, memulai semuanya dengan cara yang disukai Allah, serta ikhlas menerima segala ujian yang Allah berikan.

Subhanallah, sangat menginspirasi.. Semoga kita dapat menghayati dan merefleksikannya dalam merintis usaha yang akan atau sedang kita jalani.

Salam SETIA!
Setia Furqon Kholid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar